Sunday 19 February 2012

KEBERSIHAN DAN KESEHATAN DALAM PERSEPEKTIF ISLAM

 


Islam sebagai agama yang sempurna tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Penciptanyanya, namun Islam memiliki aturan dan tuntunan yang bersifat komprehensif, harmoni, jelas dan logik antara sesama makhluk. Ajaran yang menjadi dasar dalam membangun relasa vertikal dan horizontal ini adalah kebersihan. Bersih merupakan salah salah satu pokok dalam memelihara kelangsungan ujudnya, sehingga tidak ada satupun makhluk kecuali berusaha untuk membersihkan dirinya.

Bersih adalah keadaan sesuatu yang bebas dari hal yang kotor. Jadi benda yang di katakan bersih apabila tidak ada kotoran berupa apa pun. Maka dari pengertian ini dapat diketahui bahwa kondisi bersih berarti sesuatu hal yang harus dijaga dan dirawat dari hal-hal yang kotor yang dapat dihinggapi oleh kuman serta menjadi sarang penyakit. 


Dalam membangun konsep kebersihan, Islam menetapkan berbagai macam peristilahan tentang kebersihan. Iaitu istilah thaharah, nazhafah, tazkiyah, dan fitrah. Thaharah biasa digunakan untuk menyebut kebersihan badani sebagai syarat untuk melaksanakan ibadah. Nazhafa biasanya gunakan untuk menyebut lingkungan sekitar yang bersih. Tazkiyah digunakan untuk menyebut kebersihan sesuatu yang tidak tampak. Sedangkan fitrah biasa digunakan untuk menyebut kebersihan holistik umat manusian berkenaan dengan keyakinan dan jiwa. 



Semua terma tersebut mengandung makna bersih zahir dan batin. Dalam ajaran Islam, bersih zahir tidak cukup tetapi dalamnya pun harus suci. Karenanya sesuatu yang tampa luarnya bersih masih harus juga disucikan batinnya. Contoh, orang yang hendak melaksanakan solat tidak cukup hanya bersih, tetapi juga harus suci. Sunci zahir saja tidak cukup tetapi juga harus suci dari najis yang sifatnya batin, iaitu suci dari hadas kecil dan hadas besar. Bahkan seorang hanmba yang hendak menyempurnakan ibadah kepada Allah harus bersih dari perbuatan dosa, maka ia harus bertaubat, beristighfar dan berbuat baik. Kerana, makna bersih amat holistik yang menyangkut berbagai persoalan kehidupan, baik dunia dan akhirat.



Kebersihan dalam pandangan Islam sangat erat hubungannya dengan kesihatan. Tujuan Islam mengajarkan hidup yang bersih dan sihat adalah menciptakan individu dan masyarakat yang sihat jasmani, rohani, dan sosial sehingga mampu menjadi umat pilihan dan khalifah Allah untuk memakmurkan bumi. “Kesihatan merupakan salah satu hak bagi tubuh manusia”. Karena kesihatan merupakan hak asasi manusia, sesuatu yang sesuai dengan fitrah manusia, maka Islam menegaskan perlunya kesihatan untuk menjalankan agama secara sempurna.

B. Ajaran Bersih
Allah SWT memerintah hambanya untuk melaksanakan ibadah dengan ketentuan bersuci. Ini menunjukkan bahwa keduanya tak dapat dipisahkan dalam melaksanakan perintah Allah SWT. Antara ibadah dan suci terdapat hubungan yang erat dan timbal balik, di mana kesucian dianggap sebagai ibadah, dan ibadah itu sendiri dianggap tidak sah atau sempurna tanpa melalui kebersihan suci.



Al-Quran menjadikan kebersihan dan kebersihan sebagai sarana untuk menentukan kualiti ibadah. kebersihan selalu dijadikan sebagai syarat dari suatu ibadah baik kesucian lahiriah maupun batiniah. Kesucian lahiriah berorientasi kepada sah dan tidak sahnya suatu ibadah, sedangkan kebersihan bathiniah lebih terfokus kepada kesempurnaan suatu ibadah iaitu diterima atau tidak diterima. Kaitan yang erat ini seharusnya dapat dijadikan budaya dalam kehidupan karena pelaksanaan ibadah rutin dilaksanakan setiap hari. 



Suatu contoh kaitan antara pelaksanaan ibadah dengan kesucian adalah rukun Islam berupa solat, zakat, puasa dan haji. Hal yang paling menarik dari ibadah-ibadah ini ialah adanya penentuan syarat-syarat suci sebelum pelaksanaan ibadah dan tujuan suci yang hendak diraih. Syarat-syarat ini pada umumnya mengarah kepada sifat bersih baik lahir maupun batin. 



Makna kebersihan yang digunakan dalam Islam ternyata mengandung makna yang banyak aspek, seperti aspek kebendaan, aspek harta dan aspek jiwa. Thaharah (suci) bermakna bersih dari kotoran yang najis. Maka tidak heran jika kitab-kitab fikih Islam menempatkan bab thaharan diawal, sebelum membahas solat. Dalam kitab suci Al-qur’an banyak ayat yang menganjurkan unntuk bersuci. Alalh berfirman :

فَطَهِّروَثِيَابَكَ
“Dan pakaianmu bersikanlah” (QS.Al Muddatsir ayat: 4)
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
“Sesungguhnya Allah mencintai orang –orang yang bertaubat dan orang – orang
yang mermbersikan diri”. ( QS. Al baqarah:222 ). 

Ada dua makna dalam arti suci, iaitu suci dari hadas dan suci dari najis. Hadas dan najis merupakan sesuatu yang menghalangi seseorang untuk melaksanakan ibadah tertentu seperti solat. Hadas berbeza dengan najis kerana hadas bererti keadaan dan bukan suatu benda atau zat tertentu, sedangkan najis bererti benda atau zat tertentu dan bukan suatu keadaan. 



Hadas adalah suatu keadaan tidak suci yang tidak dapat dilihat, tetapi wajib disucikan untuk sahnya ibadah: Hadas dibagi dua. a. Hadas kecil. Penyebabnya antara lain keluar sesuatu dari dubur atau qubul, menyentuh lawan jenis yang bukan muhrimnya dan tidur nyeyak dalam keadan tidak duduk tetap. Cara mensucikan hadas ini ialah berwudhu. b. Hadas besar/Jenaba. Penyebabnya antara lain : keluar air mani, bersetubuh, wanita melahirkan dan haidh. Cara mensucikan hadas besar ini adalah mandi yang harus dibasahi seluruh tubuhnya.



Najis adalah suatu benda kotor menurut syara' (hukum agama). Benda - benda najis meliputi : Darah, Anjing, babi nanah, bangkai selain bangkai manusia, ikan laut, dan belalang, Segala sesuatu yang keluar dari dubur dan qubul, minuman keras yang memabukkan. Najis dibagi menjadi tiga yaitu : a. Najis mukhaffafah (ringan). yaitu air kencing bayi laki-laki yang belum berumurdua tahun, dan belum makan sesuatu kecuali air susu ibunya (ASI). Cara menghilangkannya cukup dipercikkan air pada tempat yang terkena najis tersebut. 



b. Najis mutawashitha (sedang). Yaitu segala sesuatu yang keluar dari dubur/qubul manusia atau binatang, barang cair yang memabukkan, dan bangkai (kecuali bangkai manusia, ikan laut dan belalang), tulang dan bulu dari hewan yang haram dimakan. Najis mutawassithah dibagi dua yaitu : Najis 'ainiyah, yaitu najis yang berujud (tampak dan dapat dilihat), misalnya kotoran manusia atau binatang. Yang dan kedua najis hukmiyah yaitu najis ,mutawassithah yang sudah diberishkan bahu, rupa dan rasanya, sehingga najis tersebut tidak berwujud (tidak tampak dan tidak terlihat). Cara membersihkan najis muthawassithah’ainiyah cukup dibasuh untuk menghilangkan sifat-sifat najis (yakni warna, rasa dan bau) nya hilang. Sedangan cara membersihkan najis hukmiah sama dengan najis mukhaffafah, yaitu mengalirkan air suci.



c. Najis mughallazhah (Berat). Yaitu najis anjing dan babi. Cara menghilangkannya harus dibersihkan bau, warnan dan rasanya kemudian basuh sebanyak tujuh kali dan salah satu diantaranya dicampur dengan tanah (debu). 



Selain tiga macam najis diatas, masih terdapat satu najis lagi yaitu : Ma'fu (Najis yang dima'afkan) antara lain nanah atau darah yang cuma sedikit, debu atau air dari lorong-lorong yang memercik dan sukar dihindarkan (‘umum al-bahwa). Adapun kotoran memiliki makna yang lebih umum dari najis, sebab meliputi pula sesuatu yang kotor namun tidak menghalangi seseorang melakukan ibadah, contohnya tanah, debu dan lain - lain.



Nazhafah berkonotasi kebersihan untuk memelihar anggota tubuh, rumah dan lingkungan. Nazhafah identik dengan kebersihan dan keindahan. Akan tetapi seringkali kata bersih atau nazhafah dimaknai untuk menyebut sesuatu yang terhindar dari najis dan kotoran. Islam sering menyebut kata bersih untuk fizikal dan jiwa, baik secara nampak maupun tidak nampak. Rasulallah Saw bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, yang sanad nya Anas bin malik, mafhumnya.



عن ا نس بن ملك عن النبي صلي الله عليه و سلم قا ل : ان البزا ق في المسجد خطيئة وكفا ر تها د فنها
“Dari anas bin malik, dari nabi saw beliau bersabda : “ meludah di masjid itu suatu kesalahan dan dendanya adalah menguburnya“ ( HR. Ahmad ). 

Rasulullah saw bersabda:
الإِسْلاَمُ نَظِيْفٌ فَتَنَظَّفُوْا فَإِنَّهُ لاَ يَدْخُلُ الجَنَّةَ إِلاَّ النَّظِيْفَ 
“Islam itu bersih maka peliharalah kebersihan kerana sesungguhnya tidak masuk syurga kecuali orang-orang yang bersih”. (Al-Hadis)

إِنَّ اللهَ نَظِيْفٌ يُحِبُّ النَّظَافَةَ 
• Sesungguhnya Allah itu bersih, Ia cinta kebersihan ( HR Turmudzi )
Agama itu di bangun diatas kebersihan ( HR. Al-Ghazali )

Tazkiyah atau zakat berkonotasi kesucian harta dan jiwa. Al-Quran mengungkapkan bahwa kata zakat seakar dengan tazkiyah. Ialah zakat mal untuk membersihkan harta bagi para muzakki sehingga harta yang dizakati adalah bersih dan yang tidak dizakati dinilai kotor, sedangkan zakat fitrah adalah untuk membersihkan fitrah para muzakki dari segala kotoran yang membelenggu. 
Contoh keterkaitan bersih dari suci dengan ibadah adalah ibadah. Shalah adalah ibadah yang wajib dilaksanakan setiap hari pada waktu-waktu yang telah ditentukan. Dalam ibadah shalat diperintah untuk bersuci sebelum melakukannya. 



Para ulama memberikan perincian tentang bersih dari suci ini, mulai dari bersih diri, pakaian dan tempat pelaksanaan solat. Perintah agar bersih dari suci sebelum melakukan solat terdapat dalam Q.S. Al-Maidah ayat 6 yang popular disebut dengan wudhu’. Adapun anggota-anggota tubuh yang wajib untuk dibersihkan ialah membasuh muka, membasuh kedua tangan hingga siku, mengusap kepala, sunnah mengusap kedua daun telinga, wajib membasuh kedua kaki hingga buku lali. 
Kedudukan fiqh Islam dalam ibadah adalah mengatur tata cara pengabdian manusia kepada Allah SWT, Zat Yang Maha Suci dan Maha Bersih, dan kerananya pengabdian ini tidak akan membuahkan hasil yang baik jika manusia tidak mensucikan dan membersihkan dirinya terlebih dahulu. Artinya, sifat-sifat Allah yang bersih dan suci hanya dapat digapai oleh orang-orang yang bersih dan suci. 



Bila kebersihan dikaitkan dengan ibadah sebagaimana disebutkan Al-Quran dalam ibadah solat, berarti menjaga kebersihan termasuk sesuatu yang diwajibkan, sama halnya dengan kewajiban solat itu sendiri. Ini juga termasuk salah satu alasan para ulama ketika mengeluarkan kaidah fiqh: “mala yatimmu al-wajib illa bihi fahuwa wajib”. Artinya ‘apabila suatu kewajiban tidak sempurna tanpa melibatkan saranan yang lain, maka sarana yang lain itu juga hukumnya adalah wajib’.

C. Ajaran Sihat
Dalam kehidupan manusia pasti melewati tiga hal, iaitu sehat, sakit dan mati. Sihat dan sakit merupakan rona dan dinamika yang abadi selama manusia masih hidup di muka bumi. Ini yang harus disikapi dengan bijak dan adil bagi umat beragama. Sihat menurut batasan World Health Organization (WHO) adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. 


WHO pada tahun 1984 menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehatan seutuhnya. Bila sebelumnya pada tahun 1947 WHO memberikan batasan sehat hanya dari 3 aspek saja, yaitu sehat dalam arti fisik (organobiologik), sehat dalam arti mental (psikologik/psikiatrik) dan sehat dalam arti sosial; maka sejak 1984 batasan tersebut sudah ditambah dengan aspek agama (spiritual).


Islam sejak awal sangat mementingkan hidup sehat melalui tindakan promotif-preventif-protektif. Langkah dimulai dari pembinaan terhadap manusia sebagai subjek sekaligus objek persoalan kesihatan itu sendiri. Islam menanamkan nilai-nilai tauhid dan manifestasi dari tauhid pada diri manusia. Nilai-nilai tersebut mampu merubah persepsi tentang kehidupan manusia yang pada gilirannya tentu saja dapat merubah perilakunya. perilaku yang diharapkan dari manusia yang bertauhid adalah perilaku yang merealisasikan ketaatan kepada perintah dan larangan Allah SWT.



Islam memandang kesehatan merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena itu Rasulullah saw. menegaskan bahwa orang Islam yang kuat lebih baik dan lebih disenangi di mata Allah daripada orang mukmin yang lemah seperti diungkapkan dalam hadis berikut:



المُؤْمِنُ القَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلىَ اللهِ مِنَ المُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ
“Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disenangi di mata Allah daripada orang mukmin yang lemah”. (HR. Muslim)

Senada dengan hadis ini, ada pepatah Arab yang menyatakan:
العَقْلُ السَّلِيْمُ فِيْ الجِسْمِ السَّلِيْمِ
“Akal yang sehat terdapat dalam jiwa yang sehat”.

Mengingat pentingnya kesehatan sebagaimana diungkapkan dalam hadis di atas, maka menjaga kesihatan merupakan perintah wajib bagi setiap muslim. Kerana dalam kaidah hukum Islam “perintah terhadap sesuatu juga bererti perintah untuk melaksanakan perantaranya”. Ertinya jika membangun badan/fisik yang sehat merupakan perintah wajib, maka melakukan perbuatan untuk menjaga kesihatan hukumnya wajib pula.



Secara filosofis, makna kesehatan menurut ajaran Islam adalah kesihatan dalam diri manusia yang meliputi sihat jasmani dan rohani atau lahir dan batin. Orang yang sihat secara jasmani dan rohani adalah orang berperilaku yang lebih mengarah pada tuntunan nilai-nilai ruhaniah, sehingga melahirkan amal soleh. Ada empat faktor utama yang mempengaruhi kesihatan, ialahh lingkungan (yang utama), perilaku, pelayanan kesihatan, dan genetik. Bila ditilik semuanya tetaplah bemuara pada manusia. Faktor lingkungan yang mencakupi fisik, biologi, sosial, dan ekonomi mempunyai pengaruh paling besar terhadap kondisi kesihatan. Manusialah yang paling memiliki kemampuan untuk memperlakukan dan menata lingkungan hidup.



Ketika Islam memandang kesihatan merupakan faktor yang sangat penting, maka Islam juga memberikan petunjuk bagaimana hidup sehat. Di antara yang sangat ditekankan dalam Islam adalah faktor makanan. Islam menyuruh kaum muslimin tidak memakan makanan kecuali makanan yang halal dan berkhasiat seperti dalam firman Allah SWT:

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik (berkhasiat) dari apa yang terdapat di bumi….”. (QS. Al-Baqarah: 168)

Makanan yang halal dan berkhasiat akan membuat tubuh kuat dan tahan terhadap serangan penyakit. Dengan tubuh yang sihat dan kuat ini maka kemungkinan tertular penyakit menjadi kecil. Orang yang mudah terserang penyakit adalah orang-orang yang tidak memiliki antibody yang kuat yang biasanya disebabkan kondisi fisik yang tidak sihat. Kerana itu, kesihatan tubuh harus benar-benar diperhatikan dengan mengkonsumsi makanan-makanan yang halal dan berkhasiat. Makanan yang halal dalam Islam adalah makanan-makanan yang terpilih tidak saja dari segi substansi makanannya tetapi juga dari segi asal makanan diperoleh. Konsep kesihatan dalam Islam tidak hanya mengutamakan kesihatan fisik tetapi juga rohani. 



Sedangkan makanan yang berkhasiat adalah makanan-makanan yang lebih spesifik lagi dari sekian banyak makanan yang halal. Sehingga dengan kriteria makanan yang halal dan berkhasiat ini, makanan yang masuk ke dalam perut manusia benar-benar makanan yang terpilih. Islam menyedari betul bahwa perut adalah sumber munculnya berbagai macam penyakit, kerana itu agar tubuh sihat, makanan yang akan masuk ke dalam perut harus disaring terlebih dahulu, baik aspek khasiat maupun kehalalannya.

D. Urgensi Kebersihan dan Kesehatan
Islam tidak membiarkan manusia di alam ini terbelenggu dalam persoalan yang tidak dapat dipecahkan. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT berikut ini:

“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk dari yang baik”. (QS. Ali Imran: 179)

Landasan nilai tauhid mengajarkan agar setiap muslim bergaya hidup bersih dan sihat. Ini merupakan cara efektif untuk menghindari sakit. Kebersihan misalnya, sangat ditekankan oleh Islam dan dinilai sebagai cerminan dari Iman seseorang. Kewajiban membersihkan dari najis, hadas kecil, janabah, sunnah untuk bersiwak membuktikan bahwa Islam sangat perduli terhadap kebersihan fisik dan jiwa. Dengan berwuduk, seorang muslim akan secara langsung membersihkan tangan (yang biasanya menjadi pangkal masuknya penyakit ke dalam mulut) dan muka. Kemudian, mencuci kemaluan dengan air setelah buang air kecil atau buang air besar. Adapun, ibadah puasa memberikan pengaruh sangat baik terhadap kesihatan perut. Dengan puasa, sistem pencernaan yang bekerja, laksana mesin mendapatkan kesempatan untuk diistirahatkan.



Dari hidup bersih menuju hidup sehat. Islam mengantisipasi sesuatu yang mengganggu kesihatan, yaitu penyakit. Penyakit dalam pandangan Islam merupakan sesuatu yang harus dibanteras. Sebab, orang yang terjangkit penyakit pastilah mengganggu pelaksanaan ibadah secara sempurna dan menghambat produktiviti manusia. Islam mengajarkan pengobatan, tetapi Islam lebih menekan pada pencegahan terkena penyakit. Oleh karena itu, perlu umat Islam mempunyai perspektif bahwa membangun kesadaran hidup bersih, sehat dan mengobati penyakit adalah bagian dari dakwah Islam.



Kerana itu, salah satu tujuan dari ajaran Islam ialah menghilangkan kemudharatan/bahaya (daf’u al-dharar) yang menimpa manusia baik bahaya yang mengancam jasad maupun rohani. Tujuannya adalah agar manusia dapat menjalankan tugasnya sebagai makhluk Allah SWT. -menyembah dan mengabdi kepada-Nya- di muka bumi ini dengan baik. Jika kondisi jasad atau rohani seseorang tidak sihat tentu ia tidak akan dapat menunaikan tugas tersebut dengan baik. Karena itu, Islam sangat memperhatikan masalah kesihatan dan menganjurkan agar manusia menjaga kesihatan.



Di samping itu, untuk mencapai tubuh yang sihat, dalam pandangan Islam tidak cukup hanya mengandalkan faktor internal tubuh manusia saja, tetapi juga faktor lingkungan. Sebaik apapun makanan yang dikonsumsi manusia, jika lingkungannya tidak sihat atau tidak bersih, maka ancaman penyakit masih tetap besar. Karena penyakit akan datang melalui makanan yang dikonsumsi dan juga melalui udara dan haiwan yang kotor. Maka dari itu, Islam juga sangat menekankan kebersihan.

E. Kesimpulan 
Dua konsep Islam tentang kebersihan dan kesihatan sangat tepat untuk membangun sumber daya manusia yang berkualiti. Kerana untuk menjadi manusia yang produktif dan kreatif prasyaratnya harus bergaya hidup bersih dan sihat. Kondisi sihat ialah manusianya yang memiliki ketahanan tubuh yang kuat, sehingga tercipta generasi dan masyarakat yang tercantum dalam firman Allah SWT:

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”. (an Nisaa’:9)



خَيْرُ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَاسِ
Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. (Al-Hadis).


 Credit to: HM. Cholil Nafis, Ph D 

1 comment: